Flash News
Mail Instagram Pinterest RSS
Mega Menu

Wajah Dunia Pendidikan Yang Menakutkan




Setiap orang pasti ingin pintar. Mengetahui segala hal yang bermanfaat dalam kehidupan. Namun seberapa besarkah kontribusi sistem pendidikan kita hari ini untuk menyediakan hal tersebut? Pendidikan formal bisa jadi telah menyediakan segudang pengetahuan dan teori A hingga Z, tapi belum tentu bermanfaat untuk membangun kualitas hidup seseorang. Jikalaupun bermanfaat, tetap harus dibayar mahal. Semakin mahalnya biaya pendidikan, membuat harapan dan cita-cita anak bangsa, hanya tinggal mimpi. Lantas dimana tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam menyediakan akses pendidikan bagi warga negaranya? Ini tentu saja menjadi pertanyaan yang muncul disetiap benak warga masyarakat. Negara dianggap telah lupa akan kewajibannya, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi dasar Negara kita, Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Milik Kaum Kaya
Pendidikan hari ini sangat mahal. Ini merupakan fakta yang sulit terbantahkan. Mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA hingga ke perguruan tinggi, persoalan biaya menempati rangking pertama dari sekian banyaknya persoalan pendidikan kita. Kampanye program sekolah gratis, terasa tidak ada gunanya lagi. Sebab hal tersebut tidak lebih dari sekedar pemanis telinga yang tidak pernah nyata dinikmati. Memang benar beberapa daerah telah menerapkan program sekolah gratis, namun pengeluaran peserta didik justru membengkak di pos yang lain.
Prinsipnya, dunia pendidikan kita hari ini ibarat perusahaan besar yang dipaksa untuk menghasilkan pendapatan atau laba. Harus diakui, bahwa Pemerintah bersama perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, menyelenggarakan pendidikan tidak lagi sebagai lembaga pendidikan semata, melainkan lembaga pencetak laba[1]. Ini terbukti dengan kompetesi antar perguruan tinggi untuk mendapatkan pendapatan untuk pos pembiayaan masing-masing. Agenda naturalisasi-pun dimulai, dimana hanya golongan kaya saja yang terjaring dalam seleksi pendidikan di Negara kita. Seakan-akan proses ini berjalan secara alamiah. Si kaya yang berpunya, dapat menikmati pendidikan sesuka hati, sementara si miskin semakin tersingkirkan.
Wajah Menakutkan
Ya, pendidikan memang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat. Bukan karena wajah pendidikan yang menyeramkan secara fisik. Bukan pula lantaran minimnya sarana pendidikan yang tersedia. Namun pendidikan kini menjadi begitu menakutkan akibat akses terhadap dunia pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi yang semakin sempit. Situasi yang tentu saja menimbulkan pertanyaan bagi setiap warga negara, “Apakah anak-anak saya dapat mengecam pendidikan? Atau mampukah saya membiayai pendidikan anak saya hingga setinggi-tingginya?” Memang sangat ironi, ditengah kewajiban Negara untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan demi kecerdasan anak bangsa, justru masyarakat diperhadapkan oleh biaya pendidikan yang semakin tidak terjangkau.
Sangat sederhana jika kita ingin melihat, siapa yang sangat ketakutan dengan mahalnya pendidikan hari ini. Pertama, tentu saja masyarakat miskin yang berada pada golongon ekonomi menengah ke bawah. Sebagai gambaran, penduduk miskin Indonesia pada tahun 2010, mencapai angka 31,02 juta orang atau sekitar 13,3 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 230 juta orang[2]. Inipun masih menggunakan data versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dianggap kontroversial oleh banyak kalangan. Salah satunya adalah perbedaan data kemiskinan versi BPS tersebut dengan data penduduk yang berhak memperoleh Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), sebesar berjumlah 76,4 juta orang[3]. Dari data kemiskinan tersebut, maka dapat dipastikan, puluhan juta masyarakat Indonesia berada dalam ancaman besar ketakutan akan akses pendidikan. Kedua, tentu saja bangsa dan negara kita sendiri. Ketakutan ini bukan tanpa alasan. Amanah untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD RI Tahun 1945, kini terancam dengan kondisi pendidikan nasional hari ini. Bahkan indikator Human Development Index (HDI) pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 124 dari 187 negara. Indonesia bahkan kalah dari 5 Negara tetangga yang tergabung dalam ASEAN. Singapura berada pada peringkat 26, Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (103),  dan Filipina diperingkat 112[4].
Tanggung Jawab Negara
Pendidikan merupakan fondasi penting dalam sejarah perjalanan suatu bangsa. Keterbelakangan masyarakat, tercermin dari minimnya kualitas pendidikan yang didapatkan. Pendidikan adalah media untuk memupuk kesadaran, tanggung jawab, dan karakter, yang sekaligus juga sebagai media membangun pengetahuan, sehingga mampu melahirkan cara berpikir dan bertindak yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Dan negara dalam hal ini, memiliki tanggung jawab untuk memberikan akses bagi setiap orang untuk mengecam pendidikan.
Tapi sayang, komitmen negara kian tipis. Bahkan di dalam Pasal 31 ayat (2) UUD Tahun 1945, negara melalui pemerintah, hanya dibebankan tanggung jawab memnbiayai pendidikan ditingkat dasar (Pasal 31 ayat 2). Padahal pendidikan dan pengetahuan merupakan sesuatu yang tidak terbatasi oleh jenjang atau tingkatan. Tanggung jawab Negara seharusnya termasuk menjamin setiap warga negara untuk mengecam pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
Namun apa lacur, mahalnya pendidikan hari ini, memberikan jawaban bagi kita, bahwa negara telah gagal dalam menjamin hak dasar warganya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Pada akhirnya, kita harus membuka mata dan telinga, bahwa hak dasar warga negara untuk memperoleh pendidikan tersebut, kini tinggal pertaruhan harapan dan keinginan, bagai pungguk merindukan bulan yang mustahil untuk diwujudkan hari ini.
Tulisan ini telah diupdate untuk dipublikasikan ulang di momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), yang jatuh tepat hari ini, 2 Mei 2012. Kemarin

0 komentar:

Posting Komentar